Cerpen : Akhir Dari Ujianku

sebuah cerpen yg sangat baik karya Aisyah Sholihatin :) ,


Seorang wanita berwajah anggun dan disukai banyak orang. Aku! Ya, aku sang bintang sekolahku. Sekarang aku duduk dikelas XI.IPA.2 SMA Negeri  15 Yogyakarta. 16 tahun silam aku terlahirkan di  tempat indah ini.  Dengan keadaan serba berkecukupan karna Ayahku adalah seorang pengusaha sukses dan terkenal.  Natasya El Latinka. Itulah namaku. El, aku biasa dipanggil. Sekitar 12 tahun lalu aku telah mengikuti Playgroup. Saat SD aku selalu menjadi juara umum di sekolah, setiap tahunnya aku selalu menjadi bintang kelas. Aku juga termasuk siswa berprestasi se-kota Yogyakarta. Tak jarang banyak teman-teman selalu datang kerumahku untuk meminta bantuan apabila kesulitan mengerjakan tugas. Aku juga tak sungkan untuk membantu mereka. Itulah yang membuat aku disukai banyak orang. Entah kenapa sejak SMA nilaiku anjlok, aku hampir menjadi pemegang kunci pada saat kelas X tahun kemarin
. Telah banyak cara yang kulakukan, dari mengikuti les diluar sekolah, meminta belajar tambahan pada guru yang bersangkutan, sampai harus merelakan waktu bermainku untuk belajar. Namun semua itu sia-sia. Tak ada perubahan yang ku dapat.
Dulu, ketika beranjak kelas 3 SMP nilaiku mulai terlihat anjlok. Untungnya aku bisa dapat lulus UN dengan nilai yang cukup baik. Saat libur setelah UN, aku berlibur kerumah nenek di daerah puncak, Jawa barat. Di belakang rumah nenek terdapat kebun teh yang indah dengan tatanannya, aku biasanya pergi kesana pada pagi hari saat para petani sedang berkebun. Tak sedikit aku melihat anak-anak yang nasibnya jauh sekali berbeda denganku. Disini banyak sekali anak-anak yg seharusnya berada di sekolah malah membantu orangtuanya berkebun. Mungkin untuk ini, masalah biaya yang menjadi penyebabnya. Sungguh memprihatinkan.
Disana aku bertemu gadis desa berwajah manis  yang sepertinya dia adalah kembang desa. Gita maharsya, sungguh indah namun sederhana nama itu. Tetapi namanya tak seindah namaku. Namaku memang sangat indah tiada duanya, Natasya El Latinka. Aku mulai berkenalan dengannya dan mulai bersahabat karena Gita sangatlah baik dan sopan menurutku. Tetapi sungguh ia bukanlah tipe teman yang selevel denganku untuk bersahabat dengannya. Miskin, dekil, anak desa. Dan yg terpenting adalah dia wanita tidak berkependidikan karna kesibukannya sehari-hari adalah membantu orangtuanya berkebun. Huh.. Kamseupay. Jauh sekali dibandingkan dengan aku yang cantik, kaya, pintar dan sekolah di sekolah terelit, termahal dan terfavorit di Jogja. Setiap harinya ia selalu mengajakku untuk on the way keliling kebun teh seluas 7 hektar. Membuat betis ku yang indah ini besar saja. Tetapi ini bukan masalah bagiku, karna dengan cara inilah aku bisa berteman dengan Tama sahabat baiknya. Ya, walaupun laki-laki itu orang desa. Tapi... Cowo itu "ganteng banget" aku juga tidak menyangka kalau di desa seperti ini ada laki-laki setampan itu. Tama oh Tama. Sepertinya ini yang dikatakan orang Love at first sight. Cukup jauh aku mengenalnya setelah tinggal 2 minggu di Puncak. Tak terasa hampir sebulan aku berlibur di Puncak melepaskan beban fikiran setelah menempuh UN. Tiba saatnya aku harus kembali ke Jogja.
Setelah pengumuman UN aku berniat untuk melanjutkan sekolah ke luar kota. Aku ingin melanjutkan SMA di Puncak saja supaya bisa lebih dekat dengan My First Love Tama. Tetapi kedua orangtuaku tidak mengizinkan karena terlalu khawatir dengan anak semata wayangnya ini. Dan akhirnya aku tetap melanjutkan SMA di Jogja. Buakan masalah bagiku. Disini aku sekarang. SMA Negeri 15 Yogyakarta. Ini adalah sekolah terfavorit dan termahal di Jogja. Sewaktu tes PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) lalu aku mendapatkan nilai tertinggi dan mendapat urutan pertama mengalahkan ratusan sainganku dari sekolah lain. Ayahku juga menyumbang uang sebesar Rp20juta sebagai uang pembangunan yang memang telah diwajibkan kepada seluruh siswa yang telah lulus tes PPDB. 6 bulan tak terasa masa putih abu ku jalani. Dalam 1 semester ini aku selalu mendapatkan nilai tertinggi di kelas. Di semester ini aku juga mendapatkan juara umum se SMAN 15 Yogyakarta. Liburan t'lah berlalu. Hari pertama disemester 2 walikelas mengenalkan satu siswa baru yang katanya dia adalah anak pemilik sekolah ini sekaligus pemilik salah satu universitas swasta ternama di Yogyakarta. You know what? Ternyata aku mengenalnya. Dia adalah orang yang ku katakan "Miskin, dekil, anak desa. Dan yg terpenting adalah dia wanita tidak berkependidikan" teman ku di Puncak sewaktu aku berlibur disana. Everybody know her. Dia adalah Gita Maharsya. Oh no...! Malu sekali aku karna telah berkata seperti itu saat di Puncak lalu. Tapi aku tidak kawatir, meskipun dia cantik dan kaya belum tentu dia sepintar aku, dapat mengalahkan nilai terbaik-terbaikku. Teringat saat aku diajaknya keliling kebun teeh seluas 7 hektar itu ternyata adalah sebagian perkebunan milik ayahnya. Oh My God. She's so ehm so ehm kaya banget deh banget banget pake banget.
Semenjak kedatangannya di sekolah ini Gita selalu menjadi primadona sekolah. Bahkan teman-teman ku yang biasanya meminta bantuan untuk menjadi tutor dalam kerja kelompok beralih dan meminta Gita untuk menjadi tutornya. Malang sekali nasibku semenjak kedatangan Gita. Teman-temanku seakan menghindar dariku. Tidak ada lagi yang meminta bantuan ku untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah. Sedihnya. Kedatangan Gita merubah hidupku. Aku merasa Gita bukan teman yang baik untukku. Gara-gara Gita aku kalah saing, kalah cantik, kalah kaya, dan kalah pintar. Hancur sudah. Sirna semua masa-masa ketenaranku, masa-masa kejayaanku.
2 bulan terakhir ini aku merasa tidak nyaman dengan diriku sendiri. Mataku selalu terasa kelilipan, memerah dan berair setiap saat, hidungku seringkali meneteskan darah seringkali juga sulit untuk bernafas, dan aku seringkali terjatuh tiba-tiba pada saat sedang berjalan. Aku merahasiakan ini dari orangtua dan teman-teman ku karna aku takut kalau mereka tau mereka tidak akan mau lagi berteman dengan orang penyakitan seperti aku ini. Bahkan aku juga belum memeriksakannya ke dokter. Saat upacara bendera hari Senin tiba-tiba aku jatuh pingsan. Lalu aku dibawa ke UKS dan orangtuaku datang dan membawaku ke dokter. Setelah diperiksa, dengan gejala-gejala yang ku alami selama ini ternyata aku divonis mengidap penyakit yang disebut Shyndrom Rhabdomyosr dan sudah berada di stadium 2. Aku adalah pasien pertama di Indonesia dan dokter menyatakan bahwa usiaku tidak lama lagi. Jika dibiarkan terlalu lama dapat menyebabkan kelumpuhan pada kakiku yang indah ini.  Aku pun harus menjalani terapi yang dianjurkan dokter hampir selama setahun yang membuat rambutku yang indah ini kering dan rontok, kulit kering dan aku sering merasa perutku mual. Aku tampak buruk sekali, kecantikanku hilang. Selama aku sakit tidak ada orang yang peduli kepadaku, tidak ada yang mau berteman denganku di sekolah. Hanya satu orang yang mau berteman dengan orang penyakitan seperti aku disini. Dia adalah orang yang ku anggap merusak dan menghancurkan hidupku. Gita. Ya! Gita. Tidak menyangka bahwa dia sebaik ini. Dia sama sekali tidak membenciku. Dia yang selalu menyemangati aku untuk hidup dengan keyakinan dan perjuangan. Melebihi sahabat-sahabatku sendiri yang sekarang pergi menjauh dariku.
Semenjak aku mengidap Shyndrom Rhabdomyosr kedua orangtuaku terus dan terus bekerja untuk biaya pengobatanku dan kebutuhan sehari-hari. Sampai-sampai mereka menjual barang-barang berharga miliknya untukku. Ekonomiku semakin menyusut setiap harinya. Bisnis ayahku ludes karna ditipu orang tidak berprikemanusiaan. Untungnya ayahku memiliki banyak cabang perusahaan di Indonesia. Penyakitku semakin merajalela dan semakin hari semakin parah. Aku juga sempat mengalami lumpuh dengan jangka waktu yang lumayan lama. Semua saham perusahaan habis terjual hanya untuk biaya berobat. Nilai di Sekolahku juga kian memburuk. Aku mendadak menjadi peringkat terakhir di kelas. Akhirnya aku pindah ke Puncak dirumah nenek ku. Aku juga berhenti sekolah dan tinggal di gubuk reot karna ayahku tidak sanggup lagi membiayai sekolahku. Di Puncak ayahku beralih profesi menjadi tukang kebun di kebun teeh milik keluarga Gita. Semakin sering aku mengikuti terapi keadaanku semakin membaik. Dengan semangat yang diberikan oleh Gita kepadaku semakin mebuatku yakin bahwa aku pasti bisa kembali berjalan dengan normal  dan keluar dari penderitaan ini. Rambutku perlahan kembali halus dan berkilau. Kulitku juga kembali mulus tanpa kerutan. Sebulan kemudian aku divonis sembuh dari penyakitku ini. Semua orang yang menyayangiku bahagia mendengarnya. Ayah juga diangkat menjadi sekretaris perkebunan. Kini keadaan ku mulai membaik, ekonomi keluarga juga tidak seperti pada saat aku sakit. Aku kembali tinggal di Jogja dan kembali bersekolah di SMAN 15 Yogyakarta. Aku mulai kembali bersekolah dan sekarang duduk di kelas XI. Ayah memulai bisnis baru, memulainya dari nol. Kami sekeluarga memulai hidup baru. Kini aku sadar bahwa kesombongan hanya akan membuatku jauh dari orang-orang yang kusayangi. Dan aku berjanji aku tidak akan lagi menilai seseorang dari fisik. Aku juga akan berteman pada siapapun, tak peduli apapun bagaimanapun status ekonominya. Terimakasih Gita. Kau benar-benar merubah hidupku.

0 komentar:

Posting Komentar